Sebulan tlah kulalui tanpa kehadiran Boy. Sepi kurasa menyayat hatiku, menjerit merasakan kerinduan yang teramat dalam. Suaranya , senyumnya , tertawawanya, dan belaiannya begitu nyata masih aku rasakan. Dan sungguh harus kuakui aku masih mencintainya. Empat tahun masa indah bersamanya kembali membayangiku dengan luka yang merejam. Sulit bagiku untuk melupakannya walaupun itu untuk sesaat. Terlalu banyak kenangan indah ataupun pahit aku lalui bersama dia.
Akh… dadaku terasa sesak memikirkan kembali keputusan itu, keputusan final yang harus aku ambil demi kebaikan kami berdua, yah walaupun akhirnya aku dan dia terluka. Bahkan sampai saat ini masih kuingat dengan jelas tatapan kekecewaan Boy padaku. Aku tahu ketidakpuasannya padaku atas keputusanku.
“ kenapa kamu harus memutuskan hubungan kita Sis, apa kamu tidak mencintaiku lagi? Beri alasan agar aku mengerti. ” Ungkap Boy malam itu, sementara hatiku teriris menyusun tiap kata dari mulutku.
“ sudah jelas alasannya kenapa kita harus putus Boy, kita terlahir dalam perbedaan prinsip yang membuat kita tidak akan pernah bisa satu. Kamu pasti juga tidak akan mau menjalani hubungan tapi tanpa arah yang jelas bukan? ”
“ kenapa kamu harus kalah sebelum kita mencobanya Sis, perbedaan itu indah jadi kenapa tidak kamu hargai keindahan itu dengan mencintaiku dalam prinsip yang berbeda. Bukankah Tuhan tidak memandang warna dari setiap kasihnya kepada umatnya? ”, jelas Boy, sementara itu bibirku sudah kelu. Kurasakan air hangat sudah membanjiri kelopak mataku. Tuhan….aku cinta dia, hanya itu rasa yang bisa kusimpan dalam denyut nadiku, karena kenyataannya malam itu aku benar-benar putus dengan Boy. Meski pahit aku harus tetap memutuskannya.
Kembali kukenang wajah Boy dalam pelupuk mataku , kenangan indah tentangnya begitu nyata membayangiku. Walau kucoba menghibur diriku dengan menikmati indahnya kota cantik Palangkaraya di jembatan Kahayan, tetap saja hatiku tak bisa tenang. Nampak dimataku puluhan lampu berjajar rapi menghiasi ramainya jalanan jembatan. Dan di tempat ini pulalah dulu Boy menyatakan cintanya padaku. Bahagiaku, lukaku pernah kualami bersama-sama Boy di sini. Kurasakan angin malam menyapu lembut rambutku, membelai hatiku yang kian tak menentu. Bahkan bunyi gemericik air sungai Kahayan seolah ingin berkata “ Siska jangan menangis…”
Sebenarnya aku sudah tidak ingin menangis lagi, tapi bagaimana mungkin aku bisa menghapus luka di hatiku untuk waktu yang terlalu singkat ini. Aku mencintai Boy seutuhnya tanpa syarat apapun. Semua dedikasinya selama menjadi kekasihku kuanggap sempurna untuk diriku. Tapi sayangnya cinta kami harus terputus karena perbedaan. Dia seorang aktivis gereja yang setiap minngu rutin menjalankan ibadahnya, sementara aku sendiri lima kali sehari selalu kusempatkan besujud mencari keridaan-Nya. Yah..sebuah perbedaan yang terlalu jauh untuk bisa kami satukan. Sesak dadaku memikirkan itu semua, air matakupun sedari tadi tak bisa berhenti tercurah. Sampai mataku terpaku pada sosok Boy di depanku. Hatiku berdetak tak menentu, ingin beranjak pergi tapi Boy sudah lebih dulu melihatku.
“ Sis..” panggilnya mencegahku pergi.
Aku tersenyum simpul, membalas sapaan Boy. Tak ada yang berubah dari Boy. Semua masih tetap seperti dulu, kecuali dengan kehadiran seseorang yang tampak menjejeri Boy malam itu. Hatiku bertanya, siapa Dia? Terlihat boy menggandeng mesra gadis itu. Gadis itu cukup menarik dan cantik, apa mungkin dia pacarnya Boy. Secepat itukah Boy melupakanku ? sesaat itukah Boy menggantikan posisiku di hatinya untuk gadis itu? Hatiku terasa sakit , merasa tak terima dengan semuanya. Tapi apa yang bisa kulakukan. Bukankah aku sudah tidak ada hubungan apa-apa dengan Boy. Terang saja Boy berhak untuk mendapatkan gadis manapun yang dia sukai.
“ kamu di sini juga Sis..”, ucap Boy lagi
“ iya , aku merasa tenang jika berada di sini “, jawabku datar.
“ kamu kesini bukan karena kamu tidak bisa melupakan kenangan kita? “, Tanya Boy menebak. Tapi aku tak mengindahkanya. Kehadiran gadis di samping boy sudah cukup membuat hatiku merasa terluka, dan untuk itu aku tak ingin berlama-lama melihat kemesraan meraka berdua.
“ maaf aku harus pulang..” ucapku kemudian , aku ingin beranjak pergi tapi sesaat boy menarik lenganku. Di rengkuhnya tubuhku dengan erat, aku hanya diam tak mengerti. Yang kudengar hanya isak tangis Boy diantara keterdiamanku.
“ aku mohon Sis pikirkan lagi soal keputusanmu kemarin, aku sangat mencintaimu dan aku tidak akan sanggup untuk kamu tinggalkann. Kenapa kamu tidak mau mengerti dengan anugerah cinta kita yang tumbuh dalam perbedaan prinsip. Aku yakin kita mampu melewatinya sis, tidakkah kamu memahami bahwa selama ini aku tidak akan pernah bisa untuk melupakanmu..”
“ maafkan aku Boy, tapi keputusanku tetap sama. Tak ada gunanya kita jalani hubungan tapi tanpa arah yang pasti. Takdir kita memang untuk saling mencintai tapi tidak untuk saling memiliki. Duniaku bebeda dengan duniamu, mungkin ini jalan yang terbaik karena aku tidak ingin menentang siapapun dalam hal ini. Baik itu keluargaku maupun agamaku. Kamu bisa memilih gadis lain yang lebih baik dari aku Boy, dan tentunya yang seiman denganmu.. “ ucapku tegas seraya melepas pelukan Boy.
Perlahan namun pasti kulangkahkan kaki menjauh dari Boy, kudengar Boy berteriak memanggilku tapi seolah telingaku telah tertutup untuk bisa mendengar suaranya. Walaupun harus kuakui terlalu sakit aku mengatakan putus pada Boy. Kadang aku mengeluh kenapa aku dan Boy terlahir dalam perbedaan , kenapa dua insan yang begitu saling mencinta harus berpisah hanya karena sebuah perbedaan. Oh…tuhan aku cita dia. Sampai kapan aku harus terpuruk pada keadaan seperti ini, sungguh aku tak sanggup.
Sayup-sayup kudengar suara adzan subuh. Segera aku bangkit dari tidur pulasku. Untuk beberapa saat aku menggeliatkan badanku, akh…udara begitu dingin. Kulihat jam dinding di kamarku telah menunjuk pukul 04.00wib. dan dengan perlahan namun pasti kumulai mengambil air untuk berwudhu, menyapu seluruh auratku untuk bersuci dengan balutan dinginnya air. Kupasang mukena putih dengan rapihnya, dan mulai kuhampar sajadah panjang menghadap kiblat. Semua rasaku tercurah tulus dengan lutut tertekuk penuh hina memohon ridho-Nya. Bahkan semua kesahku kukisahkan tanpa malu kepada-Nya…. Tuhan aku cinta dia..
“ engkau mengerti apa yang aku rasakan, dan engkaupun mengerti apa yang aku inginkan dalam hidupku. Aku menginginkan kebahagiaanku dan itu adalah Boy, tapi kenapa aku tidak bisa bersama dia. Kenapa engkau anugerahkan cinta diantara kami tapi tanpa membiarkan kami untuk bisa menyatukan cinta untuk sehidup semati.. sungguh aku tak sanggup jika harus hidup untuk kehilangan cintanya..” , kataku penuh ratap dalam sujudku. Semua rasaku begitu mentah untuk aku ungkapkan dalam heningnya subuh.
Penat sudah kurasakan cinta dalam hatiku, batinku yang terkoyak lantaran perbedaan membuatku hanya bisa menangis mengadu pada kebijakan-Nya. Bahkan matakupun sudah terasa panas untk bisa menumpahkan air mata lagi. Hingga aku kembali tertidur pulas dalam sujud subuhku.
“ tok..tok..”
Beberapa ketukan pintu lirih kudengar dari balik pintu kostku. Dengan mata masih mengantuk aku bangun dari tidurku, membuka mukena dengan segera dan mulai berhuyung jalan demi melihat siapa yang datang sepagi ini. Wajah yang tidak begitu asing aku lihat di depan mataku. Waktu masih terlalu pagi untuk sekedar bertamu dan kulihat jam menunjuk angka 7 pagi. Ya dia adalah gadis yang kemarin malam bersama Boy.
“ ada yang bisa saya Bantu? “ tanyaku membuka pembicaraan.
“ aku mau tanya, apa kamu sudah tidak mencintai Boy lagi?” , Tanya gadis itu mengejutkanku. Apa maksudnya mengorek tentang isi hatiku.
“ kau tak perlu tahu bagaimana perasaanku ke Boy saat ini, aku tidak menghendaki siapapun tahu seperti apa aku cinta Boy. Kalau kamu ingin memiliki Boy tolong jangan lagi usik ketenanganku saat ini”
“ aku kira kamu perempuan bijaksana dan penuh kasih seperti yang sering Boy ceritakan ke aku tapi ternyata salah. Kau gadis egois yang pernah kulihat, dan sayangnya Boy terlalu mencintaimu. Bodoh jika Boy memilihmu, kamu memang tak punya hati Siska..”
“ Kamu tidak berhak mengomentariku.. jika kamu ingin mengambil Boy silahkan aku ikhlas”
“ kalau aku bisa itu sudah kulakukan dari dulu, aku suka Boy dari dulu karena kami satu Gereja. Dia lelaki yang baik, tak pernah sedikitpun dia memikirkan gadis lain selain kamu. Tolong jangan hancurkan dia dengan memupuskan cintanya padamu “
“ masalahnya tidak sesederhana yang kamu bayangkan, aku dan Boy berbeda jauh jadi tidak mungkin kami bisa bersatu. “ ucapku tegas.kulihat gadis itu menghela nafas panjang.
“ baik aku mengerti, tapi aku mohon untuk yang terakhir kalinya kamu bilang cinta pada Boy. hari ini dia kan berangkat ke Malang untuk sekolah Alkitab. Dia memutuskan untuk menjadi pendeta agar tidak bisa memiliki ataupun dimiliki siapapun. Katakan bahwa kamu mencintainya untuk mengobati lukanya Sis. Kalau kamu peduli tolong datang ke bandara sekarang juga. Jam 8 pagi ini pesawat take off “ jelas gadis itu sambil berlalu tanpa permisi. Hatiku terkejut bukan main mendengar cerita gadis itu. Sungguh aku tak percaya jika Boy akan benar-benar membuktikan janjinya, dia akan menjadi pendeta jika kami tidak bisa bersama. Aku harus bagaimana? Tanpa pikir panjang lagi aku meraih sweaterku dan mulai menancap gas motorku menuju bandara. Tjilik Riwut. Mataku sudah basah akan air mata, tak menyangka Boy akan secepat itu mengambil keputusan. Oh..Tuhan beri aku kesempatan untuk melihatnya.
Sepanjang perjalanan aku cuma bisa menangis, hanya ada Boy dalam otakku saat itu. Tak bisa kubayangkan dengan kepergian Boy yang membawa kekecewaan karena keputusan itu. Lalu aku harus bagaimana? Apa mungkin aku harus menarik kembali keputusan itu hanya lantaran tak kuasa melihat duka di mata boy. Pikiran dan hatiku benar-benar kacau memikirkan semuanya. Ada rasa takut kehilangan Boy dan memang harus kuakui aku sangat mencintainya. Prinsip yang tak sama membuat jalan yang harus kutempuh dengan perpisahan. Andai bisa memilih lebih baik aku pergi jauh ke dunia lain yang tak berpenghuni untuk menghapus bimbang dan hancurnya hatiku saat ini. Bahkan air matakupun sudah sedari tadi mengalir, kelopak maaku terasa penuh dengan ganjalan air hangat. Aku harus bagaimana? Dan………….Bruk..!!!!!
Aku tak tahu lagi apa yang terjadi kecuali buyi benturan yang teramat keras kurasakan memekik telinga. Beberapa serpihan kaca mobil berhamburan di sekeliling jalan beraspal tempatku terkapar. Rasa nyeri menghinggapi sekujur tubuhku dengan perihnya. Sempat kulihat dengan mata beratku orang berlarian mendatangiku. Aku tak tahu lagi dengan apa yang terjadi pada diriku karena yang kutahu hanya ada Boy dalam otakku. Tuhan…aku cinta dia, dan sungguh hanya kata itu yang bisa aku ucap dengan penuh harap dalam pekatnya gelap.
Dari : gandhe dikirim pada tanggal 15 Jun 2008
Penyair adalah orang yang tidak bahagia, kerana betapa pun tinggi jiwa mereka, mereka tetap diselubungi airmata. Cheap Mp3 Player,Dell Mp3,Writing A Novel
Senin, 30 Juni 2008
TUHAN......AKU CINTA DIA
Labels: kumpulan cerpen
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar
silakan memberi komentar tapi jangan spam ya...brooo